Amazing Day

22 Juli 2011

Haduh, entah aku menyebutnya harus hari apa? hari yang gimana? Kalau berkata sial, rasanya tidak adil untuk hari-hari yang lain, karena mereka tidak diberi nama khusus untuk itu. Apalagi kata-kata sial adalah sebuah konteks negatif, aku tak pernah mau mengatakan itu apalagi untuk hari jumat, hari kesayanganku dan hari kelahiranku. Tapi entah, memang bertepatan hari itu dengan adaaa aja kejadian-kejadian yang membuat emosi jiwa, andai aku tak pernah menyadari postingan di blogku sendiri bahwa aku adalah orang yang paling mencintai keabstrakan Jakarta dalam keadaan apapun.

Kejadian 1
-          Harus lembur kamis malamnya hingga jam 3 subuh karena deadline bimbingan tugas akhir kampus, alhasil bangun kesiangan dalam keadaan berantakan,, mmm sekitar jam setengah 11 aku baru membuka mata dalam keadaan lelah, pusing dan mual (plus lapar). Aku baru ingat, kalo bimbingan sekitar jam 1 siang, dan tempatnya itu di Senayan, Jakarta selatan dan aku di Jakarta Timur,, subhanallah dech kebayang jarak segitu di Jakarta, apalagi naek angkutan. Serasa mau pingsan melihat jam yang jarum pendeknya sudah hampir mendekati pukul 11. Dalam keadaan berantakan tadi aku buru-buru siap-siap meluncur ke luar komplek menuju halte angkutan kota (angkot), berdua dengan kawan sekelompok akhirnya aku jalan ke luar komplek menuju cawang, entah apa yang dipikirkan akhirnya aku salah naek angkot dan harus ganti dua kali. Lupakan, setengah jam kemudian aku berhasil duduk di kursi mobil semacam Kopaja atau apalah namanya menuju ke arah Senayan.
Satu jam kemudian...
Akhirnya aku tiba di halte bundaran Senayan, tapi harus jalan yang lumayan membuat kakiku serasa hampir patah ke arah ratu Plaza, tower SCTV, belok kiri, di depan Univ. Bina Nusantara, nyebrang tepat di depan kampus Moestopo, jalan lagii... sampailah di cafe coffee Tofee Hang Lekir. Fiuuhh lumayan juga yah...


Kejadian 2
-          Setelah menerobos kemacetan Jakarta di terik mentari yang gak mau kompromi sama sekali menurunkan tensi, akhirnya tiba di tempat tujuan. Sekitar pukul 13.45 telat 45 menit, buru-buru masuk ke ruang pembimbing di lantai tiga sambil terengah-engah naik tangga dengan keringat bercucuran, staf nya bilang, “Mmm Pak Chandra (dosen pembimbing) nya gak ada mbak.”
Dzig, aku tersenyum hambar setelah mengucap terima kasih dengan lunglai, pasti gara-gara aku telat 45 menit. Mulai menyalahkan gara-gara bangun kesiangan, gara-gara lemburan, gara-gara salah angkot dan alasan yang menjadi andalan warga Jakarta adalah macet. Aku terduduk lemas di cafe bawah, sengaja masuk ke ruang ber AC mendinginkan otak, walau harus mengeluarkan selembaran uang berdigit 5 angka untuk satu gelas minuman. Tak lama, ada teman lain yang ternyata juga baru datang untuk bimbingan. Eh, berarti dia juga telat,, kasak kusuk cerita kalau dosen pembimbingnya gak ada, mungkin marah atau jangan-jangan emang belum datang. Tapi kan ini kantornya, akhirnya di smslah beliau, 10 menit tidak dibalas. Mencoba menghubungi lewat telphone, lho... koq gak diangkat. Mencoba berkali-kali hasilnya sama. Dari mulai pukul 14.00 sampai pukul 17.00 berarti tiga jam nunggu di dalem cafe, dilema antara pulang atau menunggu, apalagi hujan deras mengguyur Senayan. Akhirnya pukul 5 sore lebih sedikit, dosen pembimbingku membalas sms,”maaf, saya tiba-tiba sakit meriang dan jadwal bimbingan diganti besok aja.”
Aku tersenyum masam untuk kedua kali

Kejadian 3
-          17.30 aku iseng menulis sajak untuk menghilangkan kejenuhan
Senja ini, aku terduduk menikmati aroma hujan. Memandang pepohonan jauh di depan mataku, memperhatikan kehidupannya dari waktu ke waktu. Akar menopang batang, batang menopang ranting, dan ranting yang menopang daun. Harmonisasi kehidupan alam, aku menyukai lambaian dahan yg tersenyum ke arahku. Senja di keramaian bundaran senayan.

Niatannya mau pulang, tapi tanggung pasti kejegat adzan maghrib di jalan, akhirnya aku putuskan setelah sholat maghrib baru pulang.
1 jam kemudian, aku beranjak dari dalam cafe kembali jalan kaki ke arah halte busway bundaran Senayan, Allahuakbar, antreannya mungkin sampai 7km (berlebihan). Dalam keadaan letih begitu aku tak sanggup bahkan untuk sekedar membayangkan ngantre beli tiket, berdiri di pintu sheltter sampe 45 menit atau bahkan 1 jam, berdesak-desakan di dalem bis dan pasti tidak kebagian tempat duduk. Akhirnya aku putar arah keluar dari antrean dan menunggu bis umum atau metro mini atau Kopaja atau apalah yang membawaku pulang ke arah Cawang. Dengan modal bertanya pada satpam Lotte Mart, akhirnya aku dapat referensi bahwa naik bis 89 arah tanjung priuk. Oke, aku mengangguk mantap dan menunggu bis lewat.

Kejadian 4
-          19.15 aku berhasil naik bis 89 dan duduk di depan, di samping supir. Dia bilang dekat pintu supaya angin masuk karena panas bakal macet, ada demo dari tadi siang. Aku hanya mengangguk, itu kali pertama aku naik bis semacam itu, bayarannya murah cuma 2.500 tidak terlalu penuh ketika itu, hah sudahlah yang penting aku bisa duduk dan pulang. 15 menit perlahan-lahan mobil melaju, tibalah di halte Polda Senayan, hmmm beberapa orang masuk dan memenuhi bis bahkan ada yang sudah mulai berdiri. Jalan lagi perlahan, 15 menit kemudian, Subhanallah antrian orang yang menunggu bis ini membludak, tepatnya di Komdak, Plaza Semanggi. Sopir bis bilang armadanya berkurang karena demo dan tak bisa lewat, jadi antrean panjangpun terjadi. Aku sesak napas seketika puluhan manusia berjejal masuk dalam bis dengan beraneka bau keringat dan parfum tercium, kakiku tak bisa lagi menapak, akhirnya aku lipat di kursi yang kebetulan dibawahnya mesin mobil yang Allahuakbar kakiku terpanggang, panass.. duh gusti aku hampir menangis rasanya,badan tergencet penumpang, untung masih kebagian tempat duduk, bahkan banyak yang gelantungan di pintu asal bisa masuk. Tak terbayangkan padatnya isi muatan bis itu, di tengah kemacetan lalu lintas yang sama sekali tidak bergerak, mesin mobil membakar kaki, terjepit tubuh-tubuh para karyawan perusahaan.
Aku tersenyum masam antara panas, lelah, dan kesal.

Hingga aku menuliskan blog ini, aku baru tiba di rumah sekitar pukul 21.00 WIB, dalam keadaan mandi keringat... hariku yang begitu indah.

4 Comments

  1. inilah gak enaknya jakarta...
    macet dan sumpek

    BalasHapus
  2. resiko, walau dicaci tetap aja betah karena banyak digantungkan harapan di kota ini :)

    BalasHapus
  3. Tetep berjuang, pantang menyerah. contoh ane, tetep berjuang (nguber baju dan uang) maju perut pantat mundur

    BalasHapus
  4. haruss semangaatttt mbaaahhh,,, ahihihihi ada istilah baru maju perut pantat mundur. :)

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan pesan di sini: