Titik Jenuh Penantian

Tak perlu ku ulangi percakapan di bawah yang sengaja ku capture hasil dari chatting BBM dengan kakak sekaligus sahabat jauhku kak  beberapa saat sebelum aku menulis postingan berikut ini kemudian.
Sebelum ia memunculkan kata-kata 'gemblengan' itu, aku mengeluh beberapa kali di jeda makan siang jam kerja.


Aku jatuh cinta, sudah sangat lama dengan pria yang menurut sebagian orang bahkan tak pantas ku cintai. Begitulah cinta, yang ku pikir begitu kuat, hingga melemahkan hatiku yang payah. Aku terus menerus mencintai seseorang yang bahkan mungkin tak pernah mengetahui seberapa penting arti hidupnya buatku selama ini. Tak cukup sampai di situ, beberapa cinta hadir dengan segala ketulusannya, bahkan ku tepis mati-matian dan hanya diam menunggu sebuah harapan. Aku bodoh bukan? ya memang.

Tidak main-main, aku menumpuk dan membiarkan perasaan ini membusuk bertahun-tahun, bukan lagi hitungan bulan apalagi minggu. Aku menderita sekali, sangat. Semua kutelan 
mentah-mentah, pernah mendengar dari seorang sahabat.

"menunggu orang yang tepat, lebih baik dari pada berjalan dengan orang yang salah"
Mindsite ku terus dibuat begitu. Alhasil, menunggunya mungkin keputusan paling akhir.
Berbagai macam perasaan ku nikmati begitu saja, jutaan detik waktu kusia-siakan dengan terus mengaguminya. Aku tidak salah bukan? Apa ada yang pernah menyalahkan seseorang yang jatuh cinta? rasanya tidak. Begitu bertahun-tahun, bisa kau bayangkan bagaimana rasanya mencintai seseorang yang bahkan dia tak pernah sama sekali memandang perasaanku. Hmm terlalu menyedihkan mendengarnya memang.

Lama kelamaan, hingga puncak akhir sebelum aku menulis postingan ini. Itu berarti beberapa waktu sebelum aku mengeluh pada sahabat dekatku, beberapa minggu yang lalu ada sesuatu hal yang ia lakukan (yang tak layak ku tuliskan) membuat kekagumanku sedikit berkurang.

Lama, aku berpikir. Mungkinkah, ini adalah titik pencapaian akhir aku menunggu harapan yang menggunung bertahun-tahun. Demikian sulit, dan demikian sakit. Hingga aku menulis ini, bahkan aku masih belum bisa membiarkan dia sebenar-benarnya hilang dari ingatan.
Jangan salahkan aku sekali lagi, karena hatiku sudah lebih dulu menghujat diri sendiri lebih dari cacian yang mungkin kau lontarkan.

Buat seseorang yang bertahun-tahun ku nanti, mungkin aku berhenti sampai di sini.

Aku ingat kata-kata yang ku buat sendiri:
Sebodoh-bodohnya sebuah pengharapan, adalah menaruh harapan pada seseorang yang bahkan tak pernah menjanjikan apa-apa, sedang kita terus menunggunya.
Terima kasih tersembah hangat buat sahabat dan kakak jauhku Ecci, yang setiap hari menamparku berkali-kali :)

8 Comments

  1. Dan aku percaya, bahwa banyak diantara ribuan orang lain yang mengalami kisah yang kurang lebih sama.

    "Ada waktu untuk bertahan, dan ada waktu untuk pergi meninggalkan. Dari sana kita belajar tentang ketulusan"

    Bagi tissue nya Ay

    BalasHapus
  2. kok jadi melankolis gini sih bacanya, hiks *kipas-kipas mata*

    BalasHapus
  3. wuiiihhh,,,
    ga bisa berkata2,, eci benar tuh kak ay,

    BalasHapus
  4. Na pernah ngalamin yah? :)

    kak Eci emang selalu kejam kalo ngata-ngatain aku heheu.

    BalasHapus
  5. pernah kak,, hihi,,
    heuw,, jd pengen curhat2an jg,, wkwkw,,

    BalasHapus
  6. hahah.. pernah kak,, gak persis sama,, tapi begitulah,,

    jadi pengen curhat2an jugaaa... aaakkhhh

    BalasHapus
  7. blogmu apa emang Na? yuuk biasanya juga curhat-curhatan kan kita heheu

    BalasHapus
  8. http://risnaristiana.blogspot.com/

    tu blog aku kak,, jarang nulis sih,, hehe

    BalasHapus

Silahkan tinggalkan pesan di sini: