Senja di langit Jakarta kali ini, aku ingin sedikit bernyanyi. Menyanyikan sebuah lagu dengan nada sumbang dan biarkan aku sendiri yang mendengarkan. Memetik satu satu senar dengan jemari gemetar, aku tak bisa melakukannya dengan apik, tak juga mampu bersenandung dengan baik.
Yang bisa ku lakukan hanya duduk di antara jeda setiap detik waktu senja Jakarta, kau yang entah keberadaannya terekam jelas di kepala. Sesekali menatap langit di luar jendela berkaca. Bibirku perlahan menggumamkan syair namamu patah demi patah.
Bahkan semut hitampun seolah merasakan kegetiran dengan sekali melihat tatapan sendu kedua mataku.
Ku hela nafas dan ku ulangi nyanyian lagu sumbangku sekali lagi
Yang bisa ku lakukan hanya duduk di antara jeda setiap detik waktu senja Jakarta, kau yang entah keberadaannya terekam jelas di kepala. Sesekali menatap langit di luar jendela berkaca. Bibirku perlahan menggumamkan syair namamu patah demi patah.
"Bukan sebuah syair yang sempurna, hanya berharap kebaikan angin menghantarkan rindu yang ku sembunyikan sampai tepat di tujuan, hatimu, kekasih terindah hatiku"Nyanyianku begitu halus, tak terdengar. Menyunggingkan senyum setiap berhenti pada bait yang melafalkan kenangan, tentangmu dan masa silam. Seekor semut hitam merayap di ujung kepala senar gitar, lambat bergerak, dan berusaha melangkah hati-hati seakan tak ingin melukai hatiku jauh lebih dalam.
Bahkan semut hitampun seolah merasakan kegetiran dengan sekali melihat tatapan sendu kedua mataku.
Ku hela nafas dan ku ulangi nyanyian lagu sumbangku sekali lagi
0 Comments
Silahkan tinggalkan pesan di sini: