Catatan Minggu Pagi

12 Februari 2012

Minggu pagi diawali dengan twit pukul setengah lima

“Pagi semesta, pagi orang-orang tercinta. Tersenyumlah, insya Allah hari ini kita akan baik-baik saja

Niatnya untuk menyemangati diri sendiri, dan ternyata memang terbukti. Sesaat sebelum adzan subuh, aku sudah terbangun, merendam cucian, mencuci beras dan memasukan ke alat penanak nasi. Oke bagian ini tidak terlalu penting, abaikan!

Tidak biasa-biasanya aku segiat ini, walau memang setiap pagi bangun di jam yang sama, menonton tv berita sambil ngunyah roti bertabur meses dan segelas susu coklat hangat dan kemudian tidur lagi sesudahnya. Tapi tidak pagi ini, selesai mencuci pakaian yang sudah direndam tadi, aku buru-buru mandi, lalu tak lupa mengunjungi linimasa dan menulis kata-kata semacam ini:


“mentari baik hati, beri senyum tercantik hari ini. Janji yaa jangan ada air mata sampai sore nanti! Iyaa, aku nyuci banyak pagi tadi hihihi”

Pendeknya, jangan ujan! Udah gitu aja

Sebenarnya tidak ada yang menarik untuk diuraikan, hanya saja sebagai pengawalan tulisan liburan maka aku menambahkan keterangan kegiatan minggu pagi. Bergegas begitu saja, tidak ingin melewatkan detik perjalanan jarum jam dengan tidur-tiduran di peraduan dengan warna padu padan merah jambu kesayangan. Iya, biasanya jam-jam segini, hari libur semacam ini adalah hari bermalas-malasan sambil twitteran, duh sia-sia sangat waktu dibuang-buang, memang.

Rencananya aku ingin menulis beberapa aturan baru. Aturan yang kubuat sendiri dan akan sesekali ku langgar semau-mau, sewaktu-waktu. Mungkin bisa dibilang kebiasaan, bukan sebuah peraturan. Karena terlalu formal pelafalannya.

Sebenar-benarnya hidupku adalah, hidup yang berantakan, semau-mau, sesuka-suka. Hidup yang tak pernah dibatasi waktu oleh siapa-siapa. Terutama selepas kuliah dan tak ada jadwal pelajaran setiap minggunya. Seperti diketahui sebelum-sebelumnya, aku bekerja di sebuah stasiun tv di Jakarta sebagai penulis naskah. Jadwal kerjaku memang agak special, tidak seperti karyawan pada umumnya yang harus absen setiap datang dan pulang, setiap hari demikian. Tidak! Aku kerja seminggu--seminggu. Seminggu menulis script di rumah, seminggu kemudian syuting program di lapangan. Otomatis, waktu seminggu menulis di rumah itu adalah waktu yang tak terjadwal. Aku menulis semau-mau jam berapa, di mana dan sebanyak apa.  Ada kalanya diawali tengah malam jam sebelas hingga dini hari, baru terlelap kemudian hingga adzan dzuhur berkumandang. Iya, itu sangat tidak sehat tapi menulis tengah malam itu menenangkan, tidak terlalu terganggu kebisingan. atau ada kalanya aku menulis pagi-pagi di taman dan pulang menjelang petang. Iya, ini agak menyenangkan tapi kadang kendala hujan menghambat semuanya seketika. Dan, kalau sudah begitu maka yang aku lakukan hanya online sambil tidur-tiduran. Ini penyakit menyebalkan. Alternatif lain, kalau sedang ada uang maka aku jalan ke luar kota dengan membawa kerjaan. Namun, fanorama pedesaan malah membuatku keasyikan dan lupa kewajiban menyetor naskah mingguan. Dan kembali ke Jakarta tetap dengan setumpuk tulisan yang belum terselesaikan dan kehabisan uang hahaha  *ini curhat*

Pendeknya, pola hidupku yang semacam itu aku atur-atur sesukaku. Sengaja aku menyewa kost-kostan di daerah Bogor yang bercuaca lebih menyegarkan dari pada rumah di Jakarta, walau sesekali aku pulang karena kehabisan uang *lah, uang lagi* (abaikan!)

Mulai hari ini, aku ingin punya check list kegiatan harian, misal:
Setiap hari ada waktu satu jam untuk membaca, satu jam untuk menonton tv, beberapa jam untuk menulis dan bekerja, sekian jam untuk bercanda dengan keluarga dan menyegarkan penat di kepala, beberapa jam untuk bermain di dunia maya, dan tentu ada waktu special untuk belajar mengaji seperti biasa, hafalan ayat-ayat pendek misalnya.
Pola begitu diulang-ulang, atau jika perlu dituliskan. Tapi, aku tidak terbiasa hidup dengan aturan yang mengekang. Lebih baik diingat dan dijadikan kebiasaan, itu justru akan membuatku tidak tertekan.

Punya waktu untuk bekerja, ada waktu untuk belajar, ada waktu untuk bersosilisasi dengan teman, ada waktu untuk melemaskan otot-otot di kepala. Iya, aku juga punya penyakit peradangan syaraf di kepala bagian belakang, jadi harus bisa memanjakan pikiran. Jangan sampai terlalu pusing, terlalu dipaksakan, atau syaraf-syaraf di kepalaku akan berkontraksi dan aku akan menjerit-jerit kesakitan *eh, agak berlebihan*

Hidup sendiri, atur pola kegiatan harian sendiri, atau aku akan kehilangan beberapa jam dengan melakukan kesia-siaan.

Keep spirit and smile *sok Inggris-inggrisan*

0 Comments

Silahkan tinggalkan pesan di sini: