Aku melihatmu, lagi
Tiba-tiba mengaduh, tidak ada yang terluka lantas aku
meneruskan langkah dengan biasa saja
Tersenyum biasa, menyapa beberapa pasang kaki yang berlalu
lalang dengan biasa. Memilih duduk di kursi paling pojok taman buku yang sudah
berapa tahun ini ku kunjungi. Membuka tutup air minum yang sengaja ku bawa dari
rumah dan meneguk pelan-pelan. Lantas kembali menekuri salah satu judul buku
favorite yang belakangan aku tahu, kau juga menyukainya. Ingat itu, aku tersipu
tiba-tiba dan tersadar lantas memperbaiki sikap secepatnya.
Setengah jam berlalu…
Lantas, setengah jam berikutnya
Tidak ada apapun yang terjadi, dan menyadari aku masih
sendiri di sudut ruangan kecil ini. Sebelum akhirnya, aku melihatmu lagi. Di
sudut yang bersebrangan, dengan kepala tertunduk dan tangan kanan mengetuk
ujung-ujung meja beberapa langkah dari rak tinggi warna kemerahan. Bukan rak
buku yang kemerahan, cahaya jingga yang memaksa masuk menembus kaca pembatas
ruangan juga menerangi ujung rambutmu, aku diam.
Aku tidak bisa membaca dengan benar, berkali-kali
memperbaiki duduk dan menenangkan debar. Tidak berhasil, sial. Aku tidak bisa
biasa saja, tidak bisa tersenyum biasa, sepasang langkah terhenti menatap dan
menyapaku, aku tidak balas menyapa mereka. Bukan aku, tapi ujung-ujung aliran
syaraf yang mengalirkan darahku yang tak biasa. Aku mengaduh lebih gaduh,
menjerit terasa sakit, tapi bahagia.
Tidak ada apa-apa, selain kosong. Kenapa otakku sangat payah
menterjemahkannya. Kenapa jantungku tidak bisa dikendalikan debarannya. Hey,
lihat… tidak ada siapa-siapa di sana. Hanya laki-laki yang hadir hasil imajinasiku
sendiri.
Laki-laki yang beberapa tahun terakhir sangat akrab nama dan
wajahnya di mataku. Aku terduduk lemah, berusaha menenangkan diri dari ingatan
tentangmu yang selalu datang tiba-tiba, di mana saja.
Aku lupa, bahwa kepadamu aku telah jatuh cinta.
0 Comments
Silahkan tinggalkan pesan di sini: