Aya Zahir
  • Home
  • About
  • Travel
  • Parenting
  • Review
  • Blogging
  • Portfolio


Memasuki bulan ke-empat sejak diberlakukannya system work from home atau bekerja dari rumah selama Indonesia darurat pandemi corona. Bumi belum aman, lingkungan perkantoran tempat saya bekerja juga.

Bagaimana kondisi waktu selama bekerja dari rumah? Semakin sibuk atau lebih santai?

Saya bekerja di sebuah perusahaan digital yang sejatinya bisa bekerja dari mana saja. Tapi, ketika bekerja itu harus di rumah aja, lumayan melelahkan di minggu awal WFH.

Bagaimana tidak, ketika seorang ibu harus melakukan banyak pekerjaan sekaligus, tugas kantor, mengurus rumah, memastikan sarapan pagi anak dan suami, mengerjakan deadline klien sebagai pekerja freelance writer.
Sudah pasti antara tangan, kaki, mata, kepala, dan hati bercabang banyak setiap hari.

Pusing? Iya. Lelah? Banget. Tapi seru dan lama-lama terbiasa dan saya berharap ngantor kapan-kapan aja, ketika diperlukan, ketika membutuhkan.

Bagaimana cara saya mengatur semuanya?

Setiap malam saya membuat list pekerjaan apa yang akan saya lakukan keesokan harinya. Mana yang paling prioritas untuk didahulukan, mana yang bisa disambi, mana yang harus segera dikerjakan setelah pekerjaan utama selesai.

Saya terbiasa menulis menu makanan yang akan dimasak keesokan harinya. Setiap pagi, sudah tahu akan belanja apa, masak apa, dan mulai dari jam berapa. Jangan sampai waktu untuk memasak, bentrok dengan urusan pekerjaan.

Sebagai perempuan multi-tasking, tentu saja masih butuh hiburan, entah ikut kajian online, tausiyah di Youtube, nonton drakor di viu, dan harus tetap workout biar badan tetap oke. Semua waktunya saya bagi setiap hari biar semuanya sempat.

Saya tulis semua list pekerjaan, lengkap dengan waktu pengerjaan.

Start pekerjaan kantor di jam 5 pagi, memastikan semua to do list hari ini terselesaikan dengan rapi.

Dua jam berikutnya, sudah mulai mengerjakan urusan dapur. Pekerjaan dapur itu enaknya bisa disambi, masak sambil mencuci baju, atau sambil mendengar tausiyah di youtube. Sarapan siap, rumah rapi, anak sudah wangi, perut kenyang dan main dengan happy.

Dua jam setelahnya, bisa kembali recheck urusan kerjaan kantor. Sampai memasuki jam istirahat.
Di jeda istirahat ada banyak waktu untuk nidurin anak, ngajarin berhitung, sampai nonton drama korea sambil rebahan.

Memasuki jam produktif pekerjaan lagi, meeting virtual, selesaikan semua PR, update report dan lain-lain dan sebagainya.

Sore menjelang malam, di jeda jam kosong. Biasanya saya habiskan 1 jam untuk workout, maskeran, ngobrol ini itu sama pasangan, sambil mendampingi anak main itu dan ini.

Karena jadwal kerja saya masih harus sampai jam 9 malam, ada banyak jeda waktu luang yang bisa digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan sambilan. Kalau ada banyak PR artikel, copywriting landing page atau content social media klien, ya dikebut di situ. Kalau gak beres, saya selesaikan dini hari besoknya.

Setelah Menyusun semua jadwal pekerjaan dengan rapi. Ternyata semua bisa diselesaikan dengan baik kok.

Tanggungjawab kantor selesai, bisa main sama anak full time, rumah bisa rapi, masih masak makanan sendiri, dan uang freelance-an masih ngalir setiap hari.

Ohya, jangan gengsi minta bantuan suami. Si dia pasti mau bantu dengan senang hati, bisa bantu ajak main anak, atau bahkan bantu gotong royong ngepel atau bikin makanan ringan.

Working mom selama work from home, seseru itu.



Anak sosmed mana kamu?

Social Media atau Media Sosial dalam Bahasa Indonesia berarti sebuah interaksi kemasyarakatan (sosial) di dalam sebuah wadah (media). Artinya ada tempat untuk berinteraksi, dalam hal ini medianya berupa platform online.

Kenal dong sama Facebook, Instagram, Twitter atau LinkedIn?
Bisa jadi kita semua punya akun di semua platfrom yang saya sebutkan barusan. Terutama generasi milenial, generasi yang dimulai dari kelahiran awal 80’an sampai pertengahan tahun 90’an.

Termasuk saya. Saya memiliki akun di semua platform Facebook, Twitter, Instagram, dan LinkedIn.

Tapi nyadar gak sih, ketika kita menjelajah ke timeline masing-masing platform, ada perbedaan yang sangat besar ketika kita membandingkan di antar ke-empatnya.

Bukan cuma perbedaan halaman antar muka, logo, fitur, tampilan, tapi juga typical manusia-manusia yang punya akun di sana.

Dan yang akan saya soroti, tentu saja bukan hanya jenis tampilan atau fitur, lebih dari itu. Secara fungsi dan perilaku para penggunanya pun sangat terasa bedanya.

Kalau mungkin kalian anak aktif Facebook, coba deh main-main ke timeline Twitter. Pasti ngerasa asing dan aneh. Atau jangan coba-coba lontarkan jokes receh ala anak twitter di kolom komentar Instagram, bisa-bisa kalian diserang karena salah kamar.

Yup, beda social media ternyata beda cara mainnya.

Jadi, "Anak sosmed mana kamu sekarang?"

Sebelum kita bahas keseharian, ada baiknya saya beri sebuah pengantar tentang media sosial yang pernah saya baca menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein.

Definisi media sosial menurut Kaplan dan Haenlein adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang dibangun atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 yang memungkinkan penciptaan dan pertukaran "user-generated content".

Menurut Kaplan & Hanelein, ada beberapa jenis media sosial, empat di antaranya yang berfungsi sebagai:

Collaborative projects
Media sosial yang dapat membuat konten dan dalam pembuatannya dapat diakses oleh khalayak secara global.
Contoh : Wikipedia, Wiki Ubuntu-ID, wakakapedia, dll

Blogs and microblogs
Dapat membantu penggunanya untuk tetap posting mengenai pernyataan apapun sampai seseorang mengerti
Contoh : Blogger, WordPress, Twitter, Tumblr, Kaskus, dll

Content communities
Aplikasi yang bertujuan untuk saling berbagi video atau gambar dengan seseorang baik itu secara jarak jauh maupun dekat
Contoh : YouTube, Vimeo, Flickr, dll

Social networking sites
Situs yang membantu seseorang untuk membuat profil dan menghubungkan dengan pengguna lainnya
Contoh : Facebook, Instagram, Friendster, LinkedIn

Dari tujuan diciptakannya pun social media memang sudah beda fungsi. So, gak heran kalau perilaku user-nya pun berbeda-beda. Meski kekinian, hampir semua social media dibuat jadi wadah untuk CURHAT colongan, hehe.

Bagaimana saya membedakan ke-empat social media ini berdasarkan fungsi sehari-hari?

Facebook

Saya mulai dari Facebook, social media pertama yang saya buat sejak 2008. Dibuat untuk berbagi status aktivitas atau feeling keseharian. Di awal tidak ada faedahnya sih selain nyari teman sebanya-banyaknya. Update status alay, posting foto, atau saling berbagi komentar dengan teman baru. 

Kekinian saya alih fungsikan Facebook jadi alat untuk sekadar ‘punya akun’, tidak ada postingan apapun. Tapi saya aktif mengikuti banyak komunitas atau grup. Mulai dari komunitas blogger, penulis freelance, ibu produktif, group jualan area Jabodetabek, sampai grup penyewaan apartement di luar negeri.

Semua grup yang saya butuh untuk mencari informasi, saya temukan di Facebook. Bukan lagi berbagi aktivitas keseharian atau upload foto selfie.

Twitter

Di awal tahun 2010-2012, saya pernah jadi ‘anak twitter banget’. Tiada hari tanpa cuitan, tentang apapun. kebanyakan tulisan pendek bentuk puisi, kata bijak, dan berbalas retweet dengan teman baru. Seru. Tapi memang tidak pernah difungsikan untuk posting foto apalagi jualan product.
Kekinian akun saya sudah hidup segan mati tak mau. Tapi masih ada 1 hal yang bisa difungsikan, share link blog. Setelah saya menulis blog, saya bisa promote link di twitter. Simple.

Instagram

Aktif di Instagram sejak Oktober 2013, tidak banyak yang diposting selain foto pribadi dengan caption gak nyambung. Hits pada masanya hehe. Kemudian beralih fungsi sejak menikah dan punya anak. Instagram saya buat sebagai microblog untuk membuat tulisan pendek, tentang parenting, lifestyle, kehidupan pernikahan, perasaan dan lain-lain dan sebagaianya. Instagram juga kadang saya jadikan tempat untuk scroll timeline para penjual olshop, terutama review skincare. Sudah.

LinkedIn

Gabung di platform ini sejak 2015. Tapi mulai aktif, rajin buka dan bersih-bersih following followers justru di awal 2020. Saya merasa ini adalah salah satu media yang paling saya butuhkan dan paling sesuai untuk saat ini.

LinkedIn tempat di mana para professional berkumpul, semua yang di-share tidak ada satupun yang tidak berfaedah. Kita bisa memfilter semua info yang hanya ingin kita dapatkan. Terutama info karir.

Yup, jangan harap ada di sini melihat review skincare, joget alay macam anak Tiktok, jualan baju online, apalagi curhat masalah kehidupan ‘duh anakku udah bisa ngapain’ di sini.

Saya menjura pada Reid Hoffman dan Jeff Weiner yang sudah menciptakan wadah jaringan professional yang dikhususkan untuk para pekerja. Hanya ini satu-satunya platform yang paling membuat saya betah berlama-lama buka.

Untuk sekadar mencari informasi tentang lowongan pekerjaan, ilmu dunia kepenulisan, link berbagai komunitas, para professional yang berbagi ilmu gratis, terhubung dengan teman dengan update pekerjaan mereka, mengetahui background pekerjaan dan Pendidikan orang lain. Bisa memahami karakter dari apa yang sudah mereka kerjakan selama ini. Memandang orang dari profesi mereka, bukan dari status sosial apalagi kepo dengan keseharian orang lain.

Baca Juga Etika bersosial media jangan (gak) baperan

Memasuki usia yang sudah tidak lagi muda, dan sudah menghabiskan masa belasan tahun pernah jadi ‘alay’ di sosial media. Faktanya sekarang saya jauh lebih membutuhkan segala hal yang paling berfaedah untuk karir dan kehidupan saya.

Tidak pernah peduli dengan apa yang orang lain lakukan, kehidupan pribadi mereka, apalagi iseng melihat isi WhatsApp atau Instagram story seseorang yang bukan siapa-siapa saya.

Siapapun bisa berselancar di social media, bisa melakukan apapun, cerita apapun, posting apapun, komentar apapun, melihat kehidupan orang lain tanpa privacy. Tergantung siapa yang mengaksesnya.
Saya memilih untuk tidak begitu peduli, berusaha bersosial media sesuai dengan fungsi platfrom masing-masing. Seperti ini, saya menulis di blog pribadi, untuk diri sendiri. Jika ada teman yang baca dan suka, terima kasih.

Jangan lupa kunjungi LinkedIn saya di Siti Aisyah Ayya Az Zahir.
Di sana hanya ada para professional, dijamin gak ada alay, bebas dari sista-sista yang spam ‘peninggi, pemutih, pelangsing-nya kakak’, apalagi emak-emak curhat masalah pribadinya.



We are living in an era when using social media has become a habit. Whatever happened to us or near us can be used as content. And sharing a baby’s photo is the currency of the new mom, like me.

Two years ago, I always posted my kid’s photo to social media like Instagram, Facebook, or whatever. I was just thinking about I’m proud of my baby, I want to stay connected with friends and family. 

When my baby was born, when he can be counted with his fingers, his first stepped, and another moment I wanted to share.

But, I had read an article that “breaks down the ways of sharing about a child on social media may potentially harm our child”

And I have a question "Have I asked myself before hitting publish my baby’s photo?”

And these are reasons not to post about your child on social media, according to Common Sense Media:

1. Posting on Social Media Can Invade Your Child's Privacy.

While young children might not give any thought to what their parents share about them on social media. But that may not stay true as they grow older, They may start to feel embarrassed about the content their parents post about them on social media.

And can also make children feel like they don’t have ownership over their own bodies or own values.

2. Your Social Media Posts Might Be Used for Bullying

Others may be able to use that information to make fun of, insult, and even bully my child as he grows older.

3. Social Media Messaging Could Impact Your Child's Future.

I should consider how my photos and stories may impact my kid when he’s much older, even an adult.

4. Sharing Puts Your Child at Risk for Digital Kidnapping.

Digital kidnapping is a type of identity theft. My child’s photos can also be kidnapped for baby role-playing. I can easily lose control over my child’s identity when I publish information about him online.

5. Your Social Media Posts Might Attract Dangerous People.

Do you know, Photos and videos of children shared by their parents on social media sometimes turn up on disturbing websites some of them dedicated to child pornography.

And the last reason is The Evil Eye and Protection Against it.

Do you know about al-‘ayn in Islam? What is the evil eye?

The evil eye refers to when a person harms another with his eye. It starts when the person likes a thing, then his evil feelings affect it, through his repeated looking at the object of his jealousy.
The Muslim has to protect ourself against the devils among the evil jinn and mankind, by having strong faith in Allah and by putting our trust in Him and seeking refuge with Him and beseeching Him.

And that can happen because of our social media posts.

Paul Davis, a social media and online safety educator says that "when it comes to posting photos of children online, parents should ask themselves the purpose of posting the photo."

For one, I love that person interested in my kid, but who cares?
I would have posted are the people I really care about and who really care about me and my son. So, I only sharing photos of my kid with a family private group.

And right now, you probably won’t find any pictures of my son, in social media or just in WhatsApp story.

I always ask my son what he is comfortable with and take some precautions. And I keep the pictures to my self and I decide not to share.

I know I am, and that’s not only because of his privacy, but I think it’s because of mine.


 Whitelab, not your ordinary skincare!

Pernah dengar product Whitelab? Wajar sih kalau belum familiar, product face care dan body care ini memang baru meluncur Maret 2020 ini. Masih anak bawang di dunia per-skincare-an duniawi. Tapi jangan salah, meski umurnya masih seumur jagung product ini sudah dapat sambutan positif di masyarakat sejak pertama kali diperkenalkan.

Bahkan, Whitelab mengklaim bahwa mereka sudah berhasil menjual ratusan paket setiap hari. Gokil sih.

Kira-kira apa alasannya?

Alasan pertama, kandungannya
Yup, embel-embel nama Niacinamide dan Collagen memang selalu mencuri perhatian para beauty reviewer atau influencer. Buat yang mungkin belum paham banget, Niacinamide (Vit. B3) atau Nicotinic Acid ini memang punya segudang manfaat untuk kulit wajah seperti: membuat kulit lembab, memperbaiki kulit yang rusak, menyamarakan noda hitam atau flek, garis halus dan keriput di wajah. Satu manfaat lain yang paling popular dari kandungan ini adalah kemampuan mencerahkan dan bikin kulit elastis.

Sementara collagen, semua mungkin sudah ngerti tugasnya bikin kulit wajah elastis, kenyal, dan mencegah tanda penuaan di kulit.

Dua kandungan ini emang digilain banget sama cewek-cewek pecinta skincare. So, gak heran dong ketika ada sebuah produk dengan dua kandungan inti dari semua yang dibutuhkan kulit. Pasti rame-rame diserbu.

Alasan kedua, review beauty influencer
Kalau kalian rajin searching di Youtube atau Instagram para beauty vlogger / influencer, sudah banyak yang review skincare Whitelab ini. Dan review-nya emang bagus-bagus. Jelas dong, ketika produk sudah diberi ulasan oleh seseorang yang menginspirasi sudah pasti para pengikutnya bakal ikut nyoba. Meski balik lagi kalau produk skincare itu gak semua hasil di wajahnya sama. Ada istilah ‘cocok-cocokan’ di kulit pemakainya.

Alasan ketiga, harga affordable
Ini alasan paling masuk akal kenapa produk ini rame banget diserbu cewek-cewek. Harganya gak bikin kantong jebol atau gak jajan sebulan. Untuk sebuah product yang lagi hits, review bagus, kandungan melimpah ruah, dengan harga yang gak sampe seratus ribuan sudah pasti dilirik siapapun. Termasuk saya.

Sudah jelas alasan kenapa saya membeli product ini, ya karena tiga alasan di atas.

Sekarang bagaimana dengan hasilnya?
Baru beberapa hari saya pakai rangkaian product Whitelab, Facial Wash, Face serum, dan Day cream. Saya memang jarang beli 1 product satu paket sekaligus. Selain karena harus mencoba cocok atau tidak, rangkaian skincare lain seperti night cream dan toner yang saya pakai sekarang memang tidak ada masalah. Belum saatnya ganti untuk sekadar ‘nyobain’.

Review singkat yang bisa saya tulis tentang product Whitelab ini adalah:

image by Whitelab

Brightening Facial Wash Rp 34.00
Isi 100 gr, dengan harga kurang dari Rp 50.000 ini cukup besar sih. Sesuai dengan keunggulannya face wash ini juga punya kandungan Niacinamide dan collagen yang tugasnya bikin kulit halus, segar, tidak kusam dan mencerahkan wajah.

Busanya cukup banyak, wanginya enak bangetttt, saya suka wangi semua product Whitelab. Setelah cuci wajah pakai ini gak bikin wajah licin. Untuk fungsi, entah karena baru beberapa hari pakai atau saya kurang punya masalah dengan facial wash apapun, so, gak ada yang special. Gak bikin kulit berubah aneh atau rusak, tapi gak langsung bikin wajah cerah berseri seketika.

image by Whitelab

Brightening Face Serum, Rp 75.000
Saya memang selalu cinta sama serum, product apapun. Karena ini lah yang selalu menjawab semua keresahan kulit wajah seketika. Pas ngerasa kusam, atau tiba-tiba kering banget penolong saya memang selalu ada di serum. Serum dari Whitelab ini punya kandungan 10% Niacinamide dan collagen, tugasnya udah jelas seperti yang sudah dipaparkan di atas, bikin wajah glowing, melembabkan, kulit halus dan kenyal.

Saya gunakan serum ini pagi dan malam. Seperi serum-serum pada umumnya, lebih thick gak encer, mudah di-apply dan langsung meresap. Lagi-lagi wanginya nyegerin banget. Manfaat pertama yang paling kerasa, begitu bangun pagi emang berasa gak kusam di wajah. Entah dari manfaat serum atau nigh cream yang efektif bikin muka lebih cerah.

image by Whitelab

Brightening Day Cream, Rp 59.000
Ini yang dari pertama kali pakai saya langsung suka, hampir sama Sukanya dengan face cream dan sunscreen dari Envygreen kecintaan. Ringan banget, dan langsung meresap di kulit. Of course wanginyaaaa yang enak banget, ngasih efek calming dan berasa percaya diri banget minta di-kiss sama pasangan hahaha.

Bikin wajah kenyal dan setingkat lebih cerah, tapi gak yang lebay gitu. Ada SPF 20+-nya juga, tapi tetap selalu saya double layer dengan produk khusus sunscreen kalau mau ke luar ruangan.

Klaimnya, day cream ini bisa mencerahkan, melembabkan, bikin kulit kencang dan mencegah tanda penuaan. Saya jatuh cinta pada pemakaian pertama sih sama cream ini. Pasti repurchase setelah ini habis. Jadi penasaran sama night cream-nya Whitelab hehe

Selain ke-tiga produk ini, Whitelab juga punya brightening body serum, underarm cream, dan brightening night cream. Belum ada produk lain.

Btw, product Whitelab bisa dibeli di e-commerce kesayangan kalian, bisa juga via Instagram atau langsung di official web Whitelab.

Yuk cobain!

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Aya zahir

Aya zahir

About Me

Suka menulis, rajin membaca dan gemar menabung. Aktif nge-Blog dari 2010.

Subscribe & Follow

Popular Posts

  • Pride and Prejudice, Jane Austen. Roman Terpopuler Sepanjang Masa
  • 5 Snack Diet Murah di Indomaret, Alfamart
  • Body Care Review : Shower Scrub, Body Scrub & Brightening Body Lotion by Scarlett Whitening
  • Review : Body Scrub & Shower Scrub Coffee Edition by Scarlett Whitening
  • Kenapa Saya Resign dari Perusahaan Negara dan Pilih Kerja dari Rumah Aja

Blog Archive

  • ►  2025 (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
  • ►  2021 (18)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2020 (47)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ▼  Juni (4)
      • Bagaimana Working Mom Mengatur Waktu Selama Work F...
      • Perbedaan Perilaku ‘Anak’ Facebook, Instagram, Twi...
      • Why I don’t post a photo of my kid on Social Media?
      • Whitelab, Skincare yang Mengandung Niacinamide dan...
    • ►  Mei (6)
    • ►  April (2)
    • ►  Maret (16)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (53)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (11)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (14)
  • ►  2018 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (5)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2014 (4)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2012 (61)
    • ►  Oktober (8)
    • ►  September (11)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (11)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2011 (51)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (10)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (19)
    • ►  Juni (9)
  • ►  2010 (4)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)

Part Of

Blogger Perempuan
1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Teman Blogger

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Styling By Yanikmatilah Saja | Theme by OddThemes.

COPYRIGHT © 2020 Aya Zahir | Origin by OddThemes. Styling by Yanikmatilah.