Cintai aku sebisamu, sederhana saja



Ketika hatimu patah, terbanglah. Karena setiap hati yang patah sesungguhnya menjelma jadi sayap peri. Pasang ia di punggungmu, lalu belajarlah mengepak (dan terbang tinggi) ~ salammatahari


Tulisan itu milik sundea, salah satu blogger aktif yang akhir-akhir ini aktif (juga) saya baca tulisan-tulisannya. Saya jatuh suka, sejak pandangan pertama.

Perkara patah hati, siapa saja pernah mengalaminya barangkali. Dari yang patah hati ‘berdarah-darah’ hingga yang biasa saja. tidak terkecuali saya. Jadi, kali ini mau menceritakan bagaimana ‘patah hati’ versi saya? Sebut saja begitu ya…

Jatuh cinta bukan sesuatu yang kerap saya lakukan berulang-ulang, dengan beberapa orang. Saya jarang jatuh cinta, sekali jatuh, akhirnya jadi susah lupa.

Di sini, saya akan menulis sebuah kisah saya yang barangkali sebenarnya berupa aib, tapi saya bahkan tidak terlalu percaya diri untuk menutupi keburukan saya selama ini. Meski hanya sekadar sebuah tulisan saya tidak bisa selalu menjadi seseorang yang terlihat paling baik, pun dalam kisah cinta. Tidak dituliskan, akan menjadi semakin beban dan merasa menjadi perempuan paling bersalah di dunia.

Ada kesalahan fatal yang pernah saya lakukan dalam hal mencintai, dulu sekali. Ketika seragamku masih putih abu-abu. Pernah menjatuhkan cinta pada seseorang yang telah termiliki, dan bodohnya, seseorang itu ikut menumbuh besarkan perasaan saya. Berasal dari rasa keingintahuan yang besar akan semua hal tentang dia, lantas berbuah kagum dan akhirnya tumbuh menjadi cinta. Terkadang, cinta memang tak tahu tempat dan waktu di mana ia harus jatuh. Dan, saya adalah salah satu pemilik cinta semacam itu. Entah dia, ada apa dengannya. Jelas-jelas sudah memiliki seseorang dalam separuh hidupnya, balas mencintai saya. Dan saya, entah di mana akal pikirannya, tidak bisa sama sekali balik arah dan menyangkal perasaannya. Damn!

Yang mengejutkan, bahkan hubungan semacam itu saya dan dia sama-sama simpan cukup lama. Sekitar lima sampai enam tahun, ini gila. Iya, saya yang gila. Bersamanya, saya tidak cukup memiliki kekuatan untuk berpikir ‘betapa menjijikannya saya’. Bersama dia, saya sama sekali tidak diberi kesempatan untuk menggunakan akal sehat bahwa ‘ada yang saya sakiti di belakang sana’. Kebahagiaan menutupi seluruh pikiran dan naluri kewanitaan saya. Kebahagiaan yang sangat sangat sangat salah. Saya sadar, tapi tidak punya cukup keberanian untuk keluar.

Hingga akhirnya saya ditampar keras dengan keadaan bahwa ternyata hubungan  ini menyakitkan, sangat menyakitkan. Saya menyerah dan memohon pada seseorang yang paling saya cintai untuk meninggalkan saya. Awalnya, sangat sulit. Sulit bagi dia, dan lebih sulit bagi saya. Menghabiskan waktu yang cukup lama untuk saling memperdebatkan siapa yang lebih dulu meninggalkan siapa. Berjuta alasan dikeluarkan, nyatanya cinta yang ‘berlebihan’ sanggup meruntuhkan segala macam pertahanan. Saya teramat lelah, putus asa, bagaimana cara agar bisa mengakhiri semuanya. Sampai entah dia memiliki kekuatan dari mana untuk berkata-kata yang menyakitkan, dan saya sangat membencinya ketika itu juga. setelah lama waktu berselang, saya sadar itu adalah salah satu cara untuk saling melupa dengan cara yang sangat dipaksakan. Sebab kita saling mencintai dengan terlalu, maka harus berpisah dengan cara semacam itu. Rasanya sakit, dulu. Tapi, lebih banyak terima kasih, sekarang.

Ini fakta yang tidak pantas saya bicarakan, tapi terkadang kenangan pahit dan sebuah kesalahan besarpun pantas untuk diceritakan sebagai sebuah pembelajaran.

Saya pernah mencintai beberapa orang, dan berakhir dengan cara yang berbeda-beda, dari yang dengan menyisakan perasaan baik hingga yang sangat menyakitkan. Sejak itu, saya hampir tidak lagi merasa jatuh cinta. Jatuh yang sebenar-benarnya jatuh. Sebab, mencintai berlebih itu ternyata daya ingatnya akan seseorang tersebut cukup lama.

Dampaknya, saya pernah melakukan pengulangan terhadap orang yang mencintai saya dengan berlebihan. Saya sering berpura-pura menjadi ‘kasar’ dan membuat dia membenci saya, agar bersegera sadar bahwa saya tidak sebaik yang dia terima dalam pikirannya. Saya tidak sebaik itu untuk dicintai dengan terlalu. Hanya untuk diakui, bahwa saya membutuhkan penerimaan dengan baik. Saya sudah banyak memiliki cinta yang saya besar-besarkan sendiri, dan kesemua rasanya, pahit. Itu sebab, saya tak pernah sedikitpun ingin seseorang lain yang mencintai saya dengan berlebihan. Cukup dengan kemampuannya, maka akan sangat saya hargai perasaannya.

Sebut saja saya trauma dicintai dan mencintai seseorang dengan terlalu berlebihan, sebab itu rasanya sangat menyakitkan.

Untuk seseorang yang pernah saya sakiti, percaya saja, kelak kamu akan berterima kasih bahwa tidak mencintai saya dengan terlalu adalah yang terbaik untukmu.

Cintai saya dengan sederhana saja.

0 Comments

Silahkan tinggalkan pesan di sini: