Aya Zahir
  • Home
  • About
  • Travel
  • Parenting
  • Review
  • Blogging
  • Portfolio


Entah cerita ini nyata atau sindiran, yang jelas warganet terkejut dengan fakta bahwa di dunia tempat manusia hidup dengan akal sehat dan hati nurani normal ini, masih amat sangat banyak orang yang berpijak mengikuti hawa nafsu bukan logika berpikir cerdas yang tumbuh dengan segala bentuk kesederahaannya.

Bisa jadi termasuk saya, kamu, dan kita.

Cerita ini viral di sosial media dalam beberapa hari belakangan, hingga sekarang.

Berkisah tentang seseorang dengan gaji Rp 80 juta perbulan, tiba-tiba kena pengurangan karyawan. Baru dua bulan sudah kebingungan dan stress untuk menghitung jumlah cicilan dan biaya kehidupan harian.

Jika orang-orang dengan gaji UMR membaca ini sedih, sedih dengan berandai-andai, “Coba kalau saya yang punya gaji segitu, pasti saya bakal begini dan begitu…”

Pengandai-andaian yang hanya bisa digapai seorang gaji UMR, sebatas itu. Karena bahkan membayangkan punya uang Rp 8 juta perbulan saja sudah cukup merasa akan menguasai dunia. Apalagi dengan pendapatan 80 juta. Susah buat dibayangkan.

Bagi orang tersebut, yang dengan gaji Rp 80 juta perbulan. Tentu ini sesuatu pencapaian yang berhasil ia lakukan. Ia terbiasa melihat angka itu. Tercermin dengan kebiasaan hidup yang mereka gunakan.

Apa bedanya gaji 8 juta dengan gaji 80 juta perbulan?
Sama. Yang membedakan hanya angka, dan cara pandang siapa yang melihat.

Nominal 8 juta itu besar bagi sebagian orang, receh bagi sebagian orang lain.
Nominal 80 juta itu sangat besar bagi sebagian orang, kecil menurut sebagian orang yang lain. Angka itu relative.

Kenapa orang bergaji Rp 80 juta  bisa bangkrut dan bingung saat kena PHK?
Sama aja, dengan orang bergaji Rp 8 juta atau di bawah UMR yang kena pengurangan kerja juga. Apa bedanya?

Karena gaya hidup mereka beda. Ketika gaji UMR bingung bayar kontrakan yang 600 perbulan, gaji Rp 80 juta juga bingung bayar cicilan rumah yang harganya 3M. Ketika gaji UMR bingung melanjutkan bayar kredit motor, gaji 80 juta juga bingung kehabisan uang untuk melunasi mobil mewahnya.
Pusingnya sama, stressnya sama, perasaan bingungnya pun sama.

Netizen kaum rebahan tentu saja berang, cuitan mereka isinya kekesalan yang ditujukan pada seseorang yang bahkan mereka ga kenal. Naluri.

“Makanya jangan suka ngutang”, “Intinya hidup jangan kebanyakan cicilan, nabung” dan sebagainya dan lain-lain.



Begitulah hidup, entah kisah ini nyata atau sindiran, yang jelas apapun kejadian di dunia ini harusnya sudah sangat bisa jadi cerminan dan refleksi diri. Ketika menanggapi sebuah kasus terus mencari keburukan orang lain, tidak akan ada satu kebaikan pun yang kita dapat. Sepatutnya kita berkaca kepada diri masing-masing.

Bisa jadi, andai kita yang di posisi mereka pun, sama. Gaji Rp 80 juta perbulan, rasanya gak mungkin nyicil mobil yang sebulannya cuma 5 jutaan. Pasti ingin yang lebih bagus. Tidak ada dalam kamus bayar cicilan rumah yang kalo cash aja cuma 300 jutaan. Pasti akan ada peningkatan. Terus begitu berkelipatan.

Benar adanya, hidup itu yang mahal bukan harga ini dan itu, tapi gengsi dan gaya hidup. Punya nominal banyak uang tidak otomatis menjadi kaya raya, ketika setiap bulan habis untuk bayar itu dan ini.

Cerita ini hanya untuk bahan renungan, betapa pentingnya menjadi cerdas dalam mengatur keuangan. Mengesampingkan keinginan bukan kebutuhan, apalagi demi gengsi.


Susah, namanya juga manusia.
Jelas sangat susah, jika yang diukur hanya dunia. Bersyukur dengan keadaan saja jarang-jarang. Pentingnya menimba ilmu itu benar harus sampai mati, karena secerdas apapun sekolah untuk dunia, ketika tidak dibarengi dengan keimanan dan haus pelajaran kebenaran hidup, tidak akan pernah seimbang.

Saya pernah TERJEBAK hutang kendaraan, yang dulu mikirnya untuk kebutuhan berniaga, mempermudah transportasi, dan lain-lain dan sebagainya. Selalu ada pembenaran manusia beralasan untuk melakukan hal yang buruk.

Kemudian saya disadarkan dengan sebuah ilmu pengetahuan. Diberi pemahaman cara bersyukur, Allah memberikan saya kemudahan untuk melunasi hutang secepatnya. Kemudian bisa melanjutkan hidup seperti biasa. Tanpa beban. Tanpa peduli dengan pendapatan dan pencapaian orang lain.

Agama memberikan semua pelajaran dengan sejelas-jelasnya. Tinggal manusia yang menyimpulkan akan mematuhi atau mengabaikan.

Agama itu terang. Mengajari cara menghilangkan gengsi dengan syukur, menghapus keinginan yang belum terlalu penting dengan taat, paham betul gaya hidup itu harus berbanding lurus dengan pendapatan. Dengan ini, tidak akan ada lagi rasa kekurangan.

Uang itu yang membedakan hanya nominal angka, kebutuhannya akan sama jika kita tidak bisa menekan rasa ingin memiliki lebih.

Tidak perlu melihat kisah orang bergaji Rp 80 juta, lihat saja diri kita. Berapa pendapatan dan berapa jumlah hutang yang kita punya. Sudah sesuai kah?

Agama tidak melarang berhutang.
Hutang itu diperbolehkan jika memang menyangkut hidup dan mati, kebutuhan yang mempertaruhkan nyawa. Kalau untuk cuma gaya hidup, apalagi berhutang tidak dengan cara yang agama syariatkan, rasanya kita tidak diajarkan untuk itu.

Teruslah belajar, sampai kita tidak lagi bernyawa. Betapa pentingnya ilmu agama untuk kehidupan. Hanya sebenar-benarnya agama yang bisa menyelamatkan kita dari hal yang jangankan di akhirat, bahkan di dunia pun terasa mudah menjalani hidup.

Adanya kisah ini, jangan dijadikan bahan untuk melihat kebiasaan hidup tetangga, teman, saudara atau orang lain. Jadikan cerminan untuk diri pribadi. Sudah benarkah keputusan yang kita buat selama ini?

Buat yang masih punya hutang, semoga diberi kemudahan untuk melunasi serta kelapangan hati dan nikmat untuk bersyukur.
Buat yang belum menikah, semoga dijauhkan dari pasangan yang hobi berhutang.

Hingga artikel ini saya naikkan, jumlah kasus positif Corona di Indonesia sudah mencapai angka 2.092 orang. 191 di antaranya meninggal dunia.

Bukan angka yang kecil untuk warga tetap tak peduli dengan wabah ini.

Memasuki pekan ke-empat sejak Indonesia darurat Corona, dan di beberapa kota besar sudah melakukan lock down lokal. Tidak diperbolehkan warga keluar masuk daerah tertentu, untuk menghentikan mata rantai penyebaran virus mematikan, Covid-19

Social distancing, alias jaga jarak, jangan terlalu banyak ngumpul, sudah diberlakukan di mana-mana. Walau yaa, masih ada aja para covidiot atau orang-orang yang tingkat kepeduliannya sangat rendah. Acuh tak acuh, seolah tidak terjadi apa-apa. Pasrah bahwa semua takdir itu ketentuan Allah Subhanahu Wata’ala

Ya, saya dan warga bikini bottom juga percaya itu. Tapi yang namanya ikhtiar kan pangkal dari rasa tawakal kita kepada ketentuan takdir. Begitu bukan cara mainnya?
Bicara masalah social distancing, saya bersyukur bertempat tinggal di daerah yang awareness-nya sangat tinggi. Terlihat usaha untuk kerap bersih-bersih, ke mana-mana pakai masker, semprot disinfektan di beberapa titik, sudah menghilangkan kebiasaan kumpul-kumpul atau ibu-ibu gosip di pos penjaga keamanan, tidak ada lagi anak kecil keliaran di taman atau di jalanan, meski ada hal yang bikin sedih, masjid ditutup sementara.

Semua hanya demi satu tujuan, tidak menambah banyak korban positif dari virus kecil yang meresahkan seluruh penduduk bumi. Dari anak kecil yang baru kenal tik tok, remaja pengabdi mie instan dan kaum rebahan, si workaholic, pemuda pemudi karang taruna, sampai Donald Trump Presiden Amerika, paniknya sama.
Satu hal yang mungkin juga terjadi di tiap komplek perumahan, semua portal dan gerbang ditutup. Tidak semua orang bisa leluasa keluar masuk. Perizinan dan pemeriksaan ketat. Tidak ada lagi abang bakpau, tukang sol sepatu, atau mas-mas bakso malang mondar mandir di depan rumah yang bikin resah emak-emak karena bentar-bentar anaknya minta jajan. Ini satu hal yang menguntungkan, tapii…

Untuk mereka, para pekerja serabutan dan mamang jualan sudah pasti omset berkurang jauh. Pendapatan menurun dua kali lipat lebih kecil dari pada biasanya. Sedih banget ketika berpikir ke situ. Bersyukur masih banyak orang baik dengan tingkat kepedulian tinggi yang akhirnya bahu membahu galang donasi untuk membantu mereka yang kehidupan perekonomiannya lebih rendah.

Ketika diberlakukan #dirumahaja sejak bulan lalu, para pekerja kantoran akhirnya beneran cuma duduk diam di rumah, makan dan makan. Stock sayur di kulkas juga jadi gampang menipis. Alhasil belanja bisa hampir tiap hari. Bagaimana ketika ke pasar aja takut, karena penerapan social distancing yang mengharuskan kita untuk mengurangi interaksi dengan banyak orang?

Abang sayur adalah pahlawan.

Selalu ada jalan untuk berinteraksi dengan abang sayur keliling yang dengan baik hati memenuhi kebutuhan asupan makanan ibu-ibu perumahan. Gerbang ditutup, bukan halangan.


Yup, di komplek tempat saya tinggal. Ada salah satu hal unik yang dibuat oleh warga, kompak. Bikin grup yang isinya seluruh ibu-ibu, security sang pengatur lalu lintas virtual, beserta dengan idola para emak, abang sayur langganan.

Setiap malam ibu-ibu absen barang titipan belanjaan, yang akan di-recap dan ditotal abang sayur setelahnya. Besok pagi, tinggal standby depan ponsel, tunggu security kasih kode bahwa sang pahlawan sudah hadir di depan gerbang dengan berplasik-plastik barang belanjaan ibu-ibu sesuai pesanan. Tinggal ambil dan bayar, isi kulkas pun terselamatkan. Aman.

Tetap bisa belanja, tanpa harus melanggar system jaga jarak aman yang sudah diberlakukan.
Dengan begini, kebutuhan rumah terpenuhi, kita juga membantu pendapatan penjual sayuran tidak terlalu banyak berkurang. Sama-sama saling diuntungkan.

Semoga saja abang sayur langganan selalu diberi kesehatan, demi kesejeahteraan emak-emak yang butuh dibahagiakan hehe

Ada pengalaman unik apa selama social distancing dan di rumah aja versi kalian?

Postingan Lebih Baru Postingan Lama Beranda

Aya zahir

Aya zahir

About Me

Suka menulis, rajin membaca dan gemar menabung. Aktif nge-Blog dari 2010.

Subscribe & Follow

Popular Posts

  • Pride and Prejudice, Jane Austen. Roman Terpopuler Sepanjang Masa
  • 5 Snack Diet Murah di Indomaret, Alfamart
  • Body Care Review : Shower Scrub, Body Scrub & Brightening Body Lotion by Scarlett Whitening
  • Review : Body Scrub & Shower Scrub Coffee Edition by Scarlett Whitening
  • Kenapa Saya Resign dari Perusahaan Negara dan Pilih Kerja dari Rumah Aja

Blog Archive

  • ►  2025 (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (2)
  • ►  2021 (18)
    • ►  September (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Mei (4)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (7)
  • ▼  2020 (47)
    • ►  Desember (3)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (4)
    • ►  Mei (6)
    • ▼  April (2)
      • Viral, Gaji 80 juta Bingung Bayar Cicilan saat Ken...
      • Social Distancing, WhatsApp Group Ibu-ibu dan Aban...
    • ►  Maret (16)
    • ►  Februari (7)
    • ►  Januari (2)
  • ►  2019 (53)
    • ►  Desember (5)
    • ►  November (11)
    • ►  Oktober (6)
    • ►  September (6)
    • ►  Agustus (11)
    • ►  Juli (14)
  • ►  2018 (1)
    • ►  Juli (1)
  • ►  2016 (6)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Februari (5)
  • ►  2015 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2014 (4)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (1)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2012 (61)
    • ►  Oktober (8)
    • ►  September (11)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (7)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (11)
    • ►  Maret (4)
    • ►  Februari (6)
    • ►  Januari (8)
  • ►  2011 (51)
    • ►  Desember (7)
    • ►  November (10)
    • ►  September (4)
    • ►  Agustus (2)
    • ►  Juli (19)
    • ►  Juni (9)
  • ►  2010 (4)
    • ►  Desember (1)
    • ►  November (3)

Part Of

Blogger Perempuan
1minggu1cerita
BloggerHub Indonesia

Teman Blogger

Diberdayakan oleh Blogger.

Blog Styling By Yanikmatilah Saja | Theme by OddThemes.

COPYRIGHT © 2020 Aya Zahir | Origin by OddThemes. Styling by Yanikmatilah.